Rabu, 04 Maret 2020

Penjelasan siapakah yang tidak mampu dalam menunaikqn puasa ??


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِين مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183) أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (184) }

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.



Melalui ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala ber-khitab kepada orang-orang mukmin dari kalangan umat ini dan memerintahkan kepada mereka berpuasa, yaitu menahan diri dari makan dan minum serta bersenggama dengan niat yang ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala Karena di dalam berpuasa terkandung hikmah membersihkan jiwa, menyucikannya serta membebaskannya dari endapan-endapan yang buruk (bagi kesehatan tubuh) dan akhlak-akhlak yang rendah.

Allah menyebutkan, sebagaimana puasa diwajibkan atas mereka, sesungguhnya Allah pun telah mewajibkannya atas umat-umat sebelum mereka. Dengan demikian, berarti mereka mempunyai teladan dalam berpuasa, dan hal ini memberikan semangat kepada mereka dalam menunaikan kewajiban ini, yaitu dengan penunaian yang lebih sempurna dari apa yang telah ditunaikan oleh orang-orang sebelum mereka.

______________


{وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ}

Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. (Al-Baqarah: 184)

Kesimpulan bahwa nasakh berlaku bagi orang sehat yang mukim di tempat tinggalnya harus puasa karena berdasarkan firman-Nya: Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. (Al-Baqarah: 185)

Orang yang sudah sangat lanjut usia dan tidak mampu melakukan puasa, boleh berbuka dan tidak wajib qadha baginya, karena keadaannya bukanlah seperti keadaan orang yang mampu mengqadhainya.

Tetapi bila ia berbuka, apakah wajib baginya memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya ??

Jika memang dia orang yang lemah kondisinya karena usia yang sudah tua? Ada dua pendapat di kalangan ulama sehubungan dengan masalah ini.

*Pertama,* tidak wajib baginya memberi makan seorang miskin, mengingat kondisinya lemah, tidak kuat melakukan puasa karena pengaruh usia yang sudah sangat tua; maka tidak wajib baginya membayar fidyah.

Perihalnya sama dengan anak kecil. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak sekali-kali membebankan kepada seseorang melainkan sebatas kemampuannya. Pendapat ini merupakan salah satu pendapat Imam Syafii.

*Kedua,* pendapat yang shahih dan di-jadikan pegangan oleh kebanyakan ( Jumhur ) ulama, yaitu wajib baginya membayar fidyah setiap hari yang ditinggalkannya.

Seperti penafsiran ibnu Abbas dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf berdasarkan qiraat orang-orang yang membacakan wa'alal lazina yufiqunahu, yakni berat menjalankannya.

Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Mas'ud dan lain-lain-nya. Hal ini merupakan pendapat yang dipilih oleh Imam Bukhari, karena Imam Bukhari mengatakan :

"Adapun orang yang berusia lanjut, bila tidak mampu mengerjakan puasa, maka dia harus memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya.
Sesungguhnya Anas sesudah usianya yang sangat lanjut, setiap hari yang ditinggalkannya ia memberi makan seorang miskin berupa roti dan daging, lalu ia sendiri berbuka (tidak puasa); hal ini dilakukannya selama satu atau dua tahun.

Termasuk ke dalam pengertian ini ialah : *wanita yang sedang hamil dan yang sedang menyusui,* jika keduanya merasa khawatir terhadap kesehatan dirinya atau kesehatan anaknya.


Sehubungan dengan keduanya para ulama berselisih pendapat. Sebagian dari mereka mengatakan :

• Keduanya boleh berbuka, tetapi harus membayar fidyah dan qadha.

Menurut pendapat lainnya :  • Keduanya hanya diwajibkan membayar fidyah, tanpa ada qadha.

Pendapat yang lainnya mengatakan :
• Bahwa yang wajib hanya qadhanya saja, tanpa fidyah.

Sedangkan pendapat yang lainnya lagi mengatakan bahwa :

• Keduanya boleh berbuka (tidak puasa) tanpa harus membayar fidyah dan qadha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar