Senin, 15 April 2019

KEHENDAKKU DIBAWAH KEHENDAK ALLAH


Allah subhanahu wata'ala memiliki kehendak, dan hamba-hamba juga memiliki kehendak, akan tetapi
kehendak para hamba terjadi setelah kehendak Allah subhanahu wata'ala, bukan kehendak sendiri. Allah ta'ala berfirman :

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (30)

Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana. ( QS. al Insãn : 30 )

demikian juga dalam firman-Nya :

وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}

Dan kalian tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (At-Takwir: 29)

Yakni kehendak untuk itu bukan berada di tangan kalian, melainkan ada di tangan Allah ta'ala.

Maka barang siapa yang Allah kehendaki mendapat petunjuk, niscaya ia mendapatkannya: dan barang siapa yang Allah kehendaki sesat, niscaya dia tersesat darinya.

Sufyan As-Tsauri telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Abdul Aziz dari Sulaiman ibnu Musa, mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan. yaitu firman Allah subhanahu wata'ala : "bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus". (At-Takwir: 28)

Maka Abu Jahal berkata, Segala sesuatunya terserah kita. Jika kita mau menempuh jalan yang lurus, tentulah kita akan lurus: dan jika kita menghendaki bukan jalan yang lurus, maka tentulah kita tidak akan lurus.
Lalu Allah subhanahu wata'ala. menurunkan firman selanjutnya, yaitu: "Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam". (At-Takwir: 29)

maka Allah jadikan bagi hamba-hamba itu kehendak yang merupakan sifat mereka, dan Allah mengaitkan kehendak mereka dengan kehendak Allah.

ini merupakan bantahan kami terhadap kelompok QADARIYAH DAN JABRIYAH.

dimana kaum qadariyah meniadakan kehendak Allah pada perbuatan-perbuatan hamba. mereka memutlakkan kehendak itu hanya bagi hamba saja. secara tersendiri, perbuatannya, keinginannya, dan kehendaknya semuanya berdiri sendiri. maka inilah madzhab kaum al qadariyah dari kalangan mu'tazilah dan selain mereka.

berbeda dengan kaum JABRIYAH, mereka menetapkan tidak ada kehendak hamba, kehendak itu hanya bagi Allah saja, jadi hamba itu bergerak tanpa ikhtiyar dan keinginannya, seperti robot yang dikontrol dengan remot !

maka dua kelompok ini sama-sama menyimpang, yang satu berlebihan dalam menetapkan MASYIAH ( kehendak ) bagi Allah, dan yang satunya berlebihan dalam menetapkan MASYIAH ( kehendak ) bagi hamba.

adapun ahlu sunnah waljama'ah, menetapkan dua masyiah, mereka menjadikan kehendak hamba terkait dengan kehendak Allah ta'ala, berdasarkan ayat di atas.

Firman Allah :
وَمَا تَشَاءُونَ

Dan kalian tidak dapat menghendaki.

terdapat penetapan kehendak para hamba.

dan Firman Allah :

إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

kecuali apabila dikehendaki Allah.

terdapat penetapan kehendak Allah ta'ala.

maka ayat ini menunjukkan bahwa kehendak hamba bukan berdiri sendiri, tapi kehendak yang terkait dengan kehendak Allah ta'ala; karena ia juga makhluk bagian dari makhluk-makhluk Allah ta'ala. Allah menciptanya, mencipta kehendaknya, dan mencipta keinginannya.

tatkala ada sebagian orang berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wasallan :

"kehendak Allah dan kehendakmu"

maka beliau berkata : apakah kamu menjadikan aku tandingan bagi Allah ?

yakni sekutu dalam masyiah.
katakanlah : "atas kehendak Allah semata". lihat kitab adabul mufrod al bukhari, no  783.

dan ketika sampai kepada Nabi satu kaum mereka berkata :
" atas kehendak Allah *dan* muhammad". beliau mengingkari hal ini. lalu beliau perintahkan untuk mengatakan : " atas kehendak Allah *kemudian* kehendak muhammad.

maka beliau jadikan kehendaknya terkait dengan kehendak Allah, dengan kata ( tsumma ) yang memberikan faidah bahasa dari sisi makna " at tartîb dan at tarâkhî. tidak dengan ( Wau ).

Wallahu ta'ala a'lam.

Muhammad Rifqi al Kalimantani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar